Sahabat Nabi Melihat Gambar Para Nabi & Rasul

Sahabat melihat gambar-gambar Rasul a.s dari simpanan Heraklius

Imam al-Hakim (penulis kitab al-Mustadrak) mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Abdullah ibnu Ishaq al-Baghawi, telah menceritakan kepada kami Ibrahim ibnul Aisam al-Baladi, telah menceritakan kepada kami Abdul Aziz ibnu Muslim ibnu Idris, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Idris, dari Syurahbil ibnu Muslim, dari Abu Umamah al-Bahili, dari Hisyam ibnul 'As al-Umawi r.a yang menceritakan bahawa dia dan seorang lelaki lain diutus untuk menemui Heraklius (Hercules, Raja Romawi) untuk mengajaknya masuk Islam.

"Kami berangkat, dan ketika kami sampai di al-Ghautah (bahagian dari kota Dimasyq / Damsyiq) kami turun istirehat di perkampungan Al-Jabalah ibnul Aiham Al-Ghassani. Lalu kami masuk menemuinya, tiba-tiba kami jumpai dia berada di atas singgahsananya. Dia mengirimkan utusannya kepada kami agar kami berbicara dengannya, tetapi kami mengatakan, "Demi Allah, kami tidak akan berbicara kepada utusan. Sesungguhnya kami diutus hanya untuk menemui raja (kalian). Jika kami diberi izin untuk masuk, maka kami akan berbicara langsung dengannya; dan jika tidak, kami tidak akan berbicara kepada utusan."

Kemudian utusan Jabalah ibnul Aiham kembali kepadanya dan menceritakan segala sesuatunya kepadanya. Akhirnya kami diberi izin untuk menemuinya, lalu Jabalah berkata, "Berbicaralah kalian." Maka Hisyam ibnul 'As berbicara dengannya dan menyerunya untuk memeluk agama Islam. 

Ternyata Jabalah memakai pakatan hitam, maka Hisyam bertanya kepadanya, "Pakaian apakah yang engkau kenakan itu?" Jabalah menjawab, "Saya memakainya dan saya telah bersumpah bahawa saya tidak akan menanggalkannya sebelum mengusir kalian dari negeri Syam."

Kami berkata, "Majlismu ini, demi Allah, akan benar-benar kami rebut dari tangan kekuasaanmu, dan sesungguhnya kami akan merebut kerajaan rajamu yang paling besar, Insya Allah. Perkara ini telah diberitakan kepada kami oleh Nabi kami, iaitu Nabi Muhammad S.a.w."

Jabalah mengatakan, "Kalian bukanlah mereka, bahkan mereka adalah suatu kaum yang puasa siang harinya dan shalat pada malam harinya, maka bagaimanakah cara puasa kalian?"

Maka kami menceritakan cara puasa kami. Wajah Jabalah menjadi hitam (marah) dan berkata, "Berangkatlah kalian," dan dia menyertakan seorang utusan bersama kami untuk menghadap kepada Kaisar (raja) Romawi. 

Kami berangkat, dan ketika kami sudah dekat dengan ibu kota, berkatalah orang yang bersama kami, "Sesungguhnya haiwan kenderaan kalian ini dilarang memasuki ibu kota kerajaan. Jika kalian suka, maka kami akan membawa kalian dengan kenderaan kuda dan baghal." Kami menjawab, "Demi Allah, kami tidak akan masuk melainkan dengan memakai kenderaan ini." 

Kemudian orang yang bersama kami itu mengirimkan utusan-nya kepada kaisar untuk menyampaikan bahawa para utusan kaum Muslim menolak peraturan tersebut. Akhirnya Raja Romawi memerintahkan kepada utusan itu untuk membawa kami masuk dengan kenderaan yang kami bawa.

Kami masuk ke dalam ibu kota dengan menyandang pedang-pedang kami, hingga sampailah kami pada salah satu bangunan milik Kaisar. Lalu kami istirehatkan unta kenderaan kami pada bahagian bawahnya, sedangkan Raja Romawi memandang kami. 

Lalu kami ucapkan, "Tidak ada Tuhan selain Allah, dan Allah Maha Besar." Allah-lah yang mengetahui, kerana sesungguhnya bangunan itu mendadak menjadi bergegar seperti pohon kurma yang tertiup angin besar. Lalu raja mengirimkan utusan-nya kepada kami untuk menyampaikan, "Kalian tidak usah menggembar-gemburkan agama kalian kepada kami." Dan raja mengirimkan lagi utusan-nya untuk menyampaikan, "Silakan kalian masuk."

Maka kami masuk menghadapnya, sedangkan dia berada di atas singgahsananya, di hadapan para paderi Romawi. Segala sesuatu yang ada di majlisnya berwarna merah, raja sendiri memakai baju merah, dan segala sesuatu yang ada di sekitarnya semuanya berwarna merah. 

Lalu kami mendekat kepadanya. Dia tertawa, lalu berkata, "Bagaimanakah menurut kalian jika kalian datang menghadap kepadaku dengan mengucapkan kalimat salam penghormatan yang berlaku di antara sesama kalian? Tiba-tiba di sisinya terdapat seorang lelaki yang fasih berbicara Arab lagi banyak bicara. 

Maka kami menjawab, "Sesungguhnya salam penghormatan kami di antara sesama kami tidak halal bagimu, dan salam penghormatan kamu yang biasa kamu pakai tidak halal pula bagi kami memakainya." Raja menjawab, "Bagaimanakah ucapan salam penghormatan kalian di antara sesama kalian?" Kami menjawab, "Assalamu 'alaika." Raja bertanya, "Bagaimanakah caranya kalian mengucapkan salam penghormatan kepada raja kalian?" Kami menjawab, "Sama dengan kalimat itu." Raja bertanya, "Bagaimanakah kalian mendapat jawabannya?" Kami menjawab, "kalimat yang sama."

Raja bertanya, "Kalimat apakah yang paling besar dalam ucapan kalian?" Kami menjawab, "Tidak ada Tuhan selain Allah, dan Allah Maha Besar!" Ketika kami mengucapkan kalimah itu, hanya Allah-lah yang lebih mengetahui, tiba-tiba bangunan istana itu bergegar sehingga si raja mengangkat kepalanya memandang ke atas bangunan itu. 

Raja berkata, "Kalimat yang baru saja kalian ucapkan membuat bangunan ini bergegar. Apakah setiap kali kalian mengucapkannya di dalam rumah kalian, lalu bilik-bilik kalian bergegar kerananya?" Kami menjawab, "Tidak, kami belum pernah melihat peristiwa ini kecuali hanya di tempatmu sekarang ini?"

Raja berkata, "Sesungguhnya aku mengharapkan seandainya saja setiap kali kalian mengucapkan segala sesuatu bergegar atas kalian. Dan sesungguhnya aku rela mengeluarkan separuh dari kerajaanku?" Kami bertanya, "Mengapa?" Dia menjawab, "Kerana sesungguhnya perkara itu lebih mudah dan lebih layak untuk dikatakan bukan merupakan perkara kenabian, dan bahawa perkara tersebut hanyalah terjadi semata-mata kerana perbuatan manusia."

Kemudian raja menanyai kami tentang tujuan kami, lalu kami menceritakan perkara itu kepadanya. Setelah itu raja bertanya, "Bagaimanakah shalat dan puasa kalian?" Kami menceritakan perkara itu kepadanya, lalu raja berkata. "Bangkitlah kalian." Kemudian dia memerintahkan agar menyediakan rumah yang baik dan tempat peristirehatan yang cukup buat kami, dan kami tinggal di sana selama tiga hari. 

Pada suatu malam raja mengirimkan utusannya kepada kami, lalu kami masuk menemui raja, dan dia meminta agar kami mengulangi ucapan kami, maka kami mengulanginya. Sesudah itu dia memerintahkan agar dibawakan sesuatu yang berbentuk seperti kota yang cukup besar, dibuat dari emas. Di dalamnya terdapat rumah-rumah kecil yang masing-masingnya berpintu. 

Raja membuka sebuah rumah dan membuka kuncinya, lalu mengeluarkan (dari dalamnya) selembar kain sutera hitam. Ketika kami membuka kain sutera itu, tiba-tiba padanya terdapat gambar merah, dan pada gambar yang merah itu terdapat gambar seorang lelaki yang bermata besar, lagi bahagian bawahnya besar, saya belum pernah melihat leher sepanjang yang dimilikinya. Ternyata lelaki itu tidak berjanggut, dan ternyata pada rambutnya terdapat dua tocang rambut yang paling indah di antara semua makhluk Allah. Lalu raja berkata, "Tahukah kalian gambar siapakah ini?" Kami menjawab, "Tidak." Dia berkata, "Ini adalah gambar Adam a.s." Ternyata Nabi Adam a.s. adalah orang yang sangat lebat rambutnya. 

Kemudian raja membuka rumah yang lain, lalu mengeluarkan kain sutera berwarna hitam darinya. Tiba-tiba di dalamnya terdapat gambar orang yang berkulit putih, memiliki rambut yang kerinting, kedua matanya merah, berkepala besar, dan sangat bagus janggutnya. Lalu raja bertanya, "Tahukah kalian siapakah orang ini?" Kami menjawab, "Tidak." Raja berkata, "Dia adalah Nuh a.s."

Kemudian dia membuka pintu yang lain dan mengeluarkan kain sutera hitam lainnya, tiba-tiba di dalamnya terdapat gambar seorang lelaki yang sangat putih, kedua matanya sangat indah, keningnya lebar, dan pipinya panjang (lonjong), sedangkan janggutnya berwarna putih, seakan-akan gambar lelaki itu tersenyum. Lalu raja bertanya, "Tahukah kalian, siapakah orang ini?" Kami menjawab, "Tidak." Dia berkata, "Orang ini adalah Ibrahim a.s."

Lalu raja membuka pintu yang lain (dan mengeluarkan kain sutera hitam) tiba-tiba padanya terdapat gambar orang yang putih, dan tiba-tiba - demi Allah - dia adalah Rasulullah S.a.w sendiri. Raja bertanya, "Tahukah kalian siapakah orang ini?" Kami menjawab, "Ya. Orang ini adalah Muhammad, utusan Allah S.w.t." Kami menangis, dan raja bangkit berdiri sejenak, kemudian duduk lagi, lalu bertanya, "Demi Allah, benarkah gambar ini adalah dia (Nabi S.a.w)?" Kami menjawab, "Ya, sesungguhnya gambar ini adalah gambar dia, seakan-akan engkau sedang memandang kepadanya."

Raja memegang kain sutera itu sebentar seraya memandangnya, lalu berkata, "Ingatlah, sesungguhnya rumah ini adalah rumah yang terakhir, tetapi sengaja saya segerakan buat kalian untuk melihat apa yang ada pada kalian."

Kemudian raja membuka pintu yang lain dan mengeluarkan kain sutera hitam darinya, tiba-tiba padanya terdapat gambar seseorang yang hitam manis, dia adalah seorang lelaki yang berambut kerinting dengan mata yang agak cekung, tetapi pandangannya tajam, wajahnya murung, giginya bertumpang tindih, bibirnya dicebikkan seakan-akan sedang dalam keadaan marah. Raja bertanya, "Tahukah kalian siapakah orang ini?" Kami menjawab, "Tidak tahu." Raja berkata, "Dia adalah Musa a.s." Sedangkan di sebelahnya terdapat gambar seseorang yang mirip dengan-nya, hanya rambutnya berminyak, dahinya lebar, dan kedua matanya kelihatan agak juling. Raja itu bertanya, "Tahukah kalian siapakah orang ini?" Kami menjawab, "Tidak tahu." Raja berkata, "Orang ini adalah Harun ibnu Imran a.s."

Lalu raja membuka pintu yang lain dan mengeluarkan kain sutera putih dari dalamnya. Ternyata di dalamnya terdapat gambar seorang lelaki hitam manis, tingginya pertengahan, dadanya bidang, dan seakan-akan sedang marah. Lalu si raja bertanya, "Tahukah kalian siapakah orang ini?" Kami menjawab, "Tidak." Dia menjawab bahawa orang tersebut adalah Lut a.s. 

Kemudian raja membuka pintu yang lain dan mengeluarkan kain sutera berwarna putih, tiba-tiba padanya terdapat gambar seorang lelaki yang kulitnya putih kemerah-merahan dengan pinggang yang kecil dan memiliki wajah yang tampan. Lalu si raja bertanya, "Tahukah kalian siapakah orang ini?" Kami menjawab, "Tidak." Raja berkata, "Dia adalah Ishaq a.s."

Kemudian raja membuka pintu yang lain dan mengeluarkan kain sutera putih darinya, dan ternyata di dalamnya terdapat gambar seseorang yang mirip dengan Ishaq, hanya saja pada bibirnya terdapat tahi lalat. Raja bertanya, "Tahukah kalian, siapakah orang ini?" Kami menjawab, "Tidak tahu." Raja berkata, "Orang ini adalah Ya'qub a.s."

Lalu raja membuka pintu yang lain dan mengeluarkan darinya kain sutera yang berwarna hitam, di dalamnya terdapat gambar seorang lelaki berkulit putih, berwajah tampan, berhidung mancung dengan tinggi yang cukup baik, pada wajahnya terpancar nur (cahaya), dan terbaca dari wajahnya petanda khusyu' dengan kulit yang putih kemerah-merahan. Raja bertanya, "Tahukah kalian siapakah orang ini?" Kami menjawab, "Tidak tahu." Raja berkata. "Orang ini adalah moyang nabi kalian, iaitu Nabi Ismail a.s." 

Kemudian raja membuka pintu yang lain dan mengeluarkan darinya kain sutera putih, dan ternyata di dalamnya terdapat gambar seorang lelaki yang mirip dengan Nabi Adam, hanya wajahnya bercahaya seperti mentari. Raja bertanya, "Tahukah kalian siapakah orang ini?" Kami menjawab, "Tidak tahu." Raja berkata, "Orang ini ialah Yusuf a.s."

Kemudian raja membuka pintu yang lain dan mengeluarkan darinya kain sutera putih, tiba-tiba di dalamnya terdapat gambar seorang lelaki yang berkulit merah, kedua betisnya kecil, dan matanya rabun, sedangkan perutnya besar dan tingginya sedang, seraya menyandang pedang. Raja bertanya, "Tahukah kalian siapakah orang ini?" Kami menjawab, "Tidak." Raja berkata, "Orang ini adalah Daud a.s." 

Lalu raja membuka pintu yang lain dan mengeluarkan darinya kain sutera putih, tiba-tiba di dalamnya terdapat gambar seorang lelaki yang bahagian bawahnya besar, kedua kakinya agak panjang seraya mengendarai kuda. Lalu raja bertanya, "Tahukah kalian, siapakah orang ini?" Kami menjawab, "Tidak." Raja berkata, "Orang ini adalah Sulaiman ibnu Daud a.s."

Kemudian raja membuka pintu yang lain, lalu mengeluarkan kain sutera hitam darinya, pada kain sutera itu terdapat gambar orang yang berpakaian putih, dan ternyata dia adalah seorang pemuda yang janggutnya berwarna hitam pekat, berambut lebat, kedua matanya indah, dan wajahnya tampan. Raja bertanya, "Tahukah kalian siapakah orang ini?" Kami menjawab. "Tidak." Raja berkata, "Orang ini adalah Isa ibnu Maryam a.s."

Kami bertanya, "Dari manakah kamu mendapatkan gambar-gambar ini? Kerana kami mengetahui bahawa gambar-gambar tersebut sesuai dengan gambar nabi-nabi yang dimaksudkan, mengingat kami melihat gambar nabi kami sama seperti yang tertera padanya."

Raja menjawab, "Sesungguhnya Adam a.s pernah memohon kepada Tuhannya agar Dia memperlihatkan kepadanya para nabi dari keturunannya, maka Allah menurunkan kepadanya gambar-gambar mereka. Gambar-gambar tersebut berada di dalam perbendaharaan Nabi Adam a.s. yang terletak di tempat tenggelamnya matahari. Kemudian dikeluarkan oleh Zul-Qarnain dari tempat penyimpanannya di tempat tenggelamnya matahari, lalu Zul-Qarnain menyerahkannya kepada Nabi Danial a.s."

Kemudian raja berkata, "Ingatlah, demi Allah, sesungguhnya peribadiku suka bila keluar dari kerajaanku, dan sesungguhnya aku nanti akan menjadi orang yang memiliki kerajaan yang paling kecil di antara kalian hingga aku mati."

Lalu raja memberikan kami hadiah dan ternyata hadiah yang diberikan-nya sangat baik, lalu dia melepas kami pulang. Ketika kami sampai pada Khalifah Abu Bakar As-Siddiq r.a, kami ceritakan kepadanya semua yang telah kami lihat, demikian pula perkataan raja serta hadiah yang diberikannya kepada kami. Maka Abu Bakar menangis dan berkata, "Kasihan dia. Seandainya Allah menghendaki kebaikan baginya, nescaya dia melakukannya (masuk Islam)."

Kemudian Abu Bakar As-Siddiq berkata, "Telah menceritakan kepada kami Rasulullah S.a.w, bahawa mereka (orang-orang Nasrani) dan orang-orang Yahudi menjumpai sifat Nabi Muhammad S.a.w pada kitab yang ada pada mereka." 

Perkara yang sama telah diketengahkan oleh Al-Hafidz Abu Bakar Al-Baihaqi dalam kitab Dalaailun Nubuwwah, dari Al-Hakim secara ijazah, lalu dia menuturkan kisah tersebut, sanad dari kisah ini tidak ada celanya.

Sahabat melihat gambar Nabi Muhammad S.a.w bersama Abu Bakr r.a

Al-Hafiz Abul Qasim at-Thabrani mengatakan, telah menceritakan kepada kami Musa ibnu Harun, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Idris ibnu Warraq ibnul Humaidi, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Umar ibnu Ibrahim (salah seorang anak lelaki Jubair ibnu Mut'im) yang mengatakan bahawa telah menceritakan kepadaku Ummu Usman, anak perempuan Sa'id (iaitu nenekku). Dari ayahnya (Sa'id ibnu Muhammad ibnu Jubair), dari ayahnya (Muhammad ibnu Jubair ibnu Mut'im) yang menceritakan, "Pada suatu hari dia berangkat menuju negeri Syam untuk berniaga. Ketika sampai di dataran rendah negeri Syam, saya ditemui oleh seorang lelaki dari kalangan Ahli Kitab. Lelaki Ahli Kitab itu berkata, "Apakah di kalangan kalian terdapat seorang lelaki yang menjadi nabi?" Saya menjawab, "Ya." Dia bertanya, "Apakah engkau mengenalnya jika aku perlihatkan gambarnya kepadamu?" Saya menjawab, "Ya. Lalu dia memasukkanku ke dalam sebuah rumah yang di dalamnya banyak terdapat gambar, tetapi saya tidak melihat gambar Nabi S.a.w.

Ketika kami dalam keadaan demikian, tiba-tiba masuklah seorang lelaki, lalu bertanya, "Sedang buat apakah kalian?" Maka kami ceritakan kepadanya perihal urusan kami. Lalu lelaki yang baru datang ini mengajak kami ke rumahnya. Ketika saya memasuki rumahnya, saya melihat gambar Nabi S.a.w, dan ternyata dalam gambar itu terdapat gambar seorang lelaki yang sedang memegang tumit Nabi S.a.w. Saya bertanya, "Siapakah lelaki yang sedang memegang tumitnya?" Dia menjawab, "Sesungguhnya tidak ada seorang nabi pun melainkan sesudahnya ada nabi yang lain. Kecuali nabi ini, kerana sesungguhnya tidak ada nabi lagi sesudahnya, dan lelaki yang memegang tumitnya ini adalah khalifah sesudahnya." Dan ternyata gambar lelaki itu sama dengan Abu Bakar r.a." 

[Imam Ibnu Katsir - Tafsir Ibnu Katsir , Surah al-A'raaf : ayat 157]

Sifat-sifat Sahabat Nabi juga disebut dalam kitab Taurat

p/s: Allah Ta'ala telah menurunkan banyak bukti dari langit, bukan sahaja tentang sifat-sifat para nabi dan rasul dalam kitab umat Yahudi dan Nasrani, tetapi juga termasuk gambar-gambar mereka sekali. Tetapi kebanyakan mereka (Yahudi dan Nasrani) telah menyembunyikannya dari pengetahuan manusia. Sungguh besar kemungkaran yang mereka perbuat, sehinggakan ramai manusia menjadi tidak percaya kepada para rasul (termasuk Nabi Muhammad S.a.w).

"Orang-orang yang telah Kami beri Al-Kitab mengenalnya (Muhammad) seperti mereka mengenal anak-anak mereka sendiri, dan sungguh segolongan di antara mereka menyembunyikan kebenaran, padahal mereka mengetahui," (Surah Al-Baqarah : 146)

Wallahu a'lam .......

Kredit: unikversiti.blogspot.com

Air Wuduk Sayyidah Nafisah Menyembuhkan Sakit Lumpuh

Air Wuduk Sayyidah Nafisah Menyembuhkan Sakit Lumpuh

Sayyidah Nafisah dilahirkan pada tahun 145 Hijrah. Beliau merupakan anak kepada Sayyidina Hassan bin Ali bin Abi Talib, iaitu cicit kepada Nabi s.a.w. Sayyidah Nafisah dinikahkan dengan Mu'tamin bin Ja'far As Siddiq yang juga merupakan keturunan Rasulallah s.a.w. Setelah berkahwin dengan suaminya, beliau telah mengikuti suaminya ke Mesir.

Sayyidah Nafisah adalah seorang yang sangat kuat beribadah kepada Allah. Siang hari dia berpuasa sunat sedangkan pada malamnya dia bertahajjud menghidupkan malam dengan berzikir dan membaca Al Quran. Dia sungguh zuhud dengan kehidupannya. Hatinya langsung tidak terpaut dengan kehidupan dunia yang menipu daya. Jiwanya rindu dengan syurga Allah dan sangat takut dengan syurga Allah. Disamping itu Sayyidah Nafisah sangat taatkan suaminya. Beliau sangat mematuhi perintah suami dan melayan suaminya dengan sebaik-baiknya.

Terlalu banyak kisah mengenai kehebatan Sayyidah Nafisah, yang merupakan seorang wali wanita yang dapat menjadi contoh kepada wanita di akhir zaman ini. Diantaranya, semasa di Mesir, jirannya adalah seorang yahudi. Anak perempan mereka lumpuh. Suatu hari siibu hendak pergi ke satu tempat, sedangkan suaminya tiada di rumah. Lalu siibu mencadangkan agar anaknya itu tinggal sementara waktu di rumah Sayyidah Nafisah. Si anak bersetuju, lalu dihantar ke rumah Sayyidah Nafisah yang sememangnya sangat menghormati tetamu. Anak wanita yahudi itu diletakkan di satu sudut di rumah Sayyidah Nafisah, dan ketika itu azan pun berkumandang menandakan masuk waktu sembahyang.

Sayyidah Nafisah yang menunggu waktu solat meminta kebenaran tetamunya untuk segera bersolat. Sayyidah Nafisah lalu dihadapan anak wanita Yahudi yang lumpuh itu untuk mengambil wudhuknya. Setelah selesai, beliau lalu lagi dihadapan anak wanita yahudi tersebut dan air wudhu Sayyidah Nafisah jatuh dihadapannya. Lalu datanglah ilham kepada anak yahudi yang lumpuh itu untuk menyapu air wudhu Sayyidah Nafisah yang jatuh itu ke kakinya. Dengan izin Allah, kakinya yang lumpuh itu bergerak-gerak dan terasa boleh berjalan, sedangkan Sayyidah Nafisah tetap khusyuk mengerjakan solat. 

Kemudian, terdengarlah pula ibunya telah balik dan mengetuk pintu, sedangkan di waktu itu Sayyidah Nafisah masih lagi mengerjakan solat. Anak perempuan Yahudi itu memberanikan diri dengan berdiri dan ternyata dia mampu berdiri setelah menyapukan air wudhu Sayyidah Nafisah yang jatuh di hadapannya. Dia membuka pintu dan memeluk ibunya. Ibunya sangat terkejut, dan bertanya apa yang telah terjadi, anak wanita Yahudi yang lumpuh itu menceritakan segala-galanya. 

Air wudhuk Sayyidah Nafisah yang jatuh dihadapannya itu telah menjadi penawar untuk menyembuhkan sakit lumpuh yang telah dialaminya sekian lama. Menangislah si ibu mendengarkan hal yang sangat ajaib itu. Lalu dia mendapatkan Sayyidah Nafisah, dan memeluknya seraya berkata: "Aku mengaku bahawa engkau adalah cucu Rasulullah dan datukmu itu adalah Rasul Allah dan Allah adalah Tuhan sekalian alam." Islamlah perempuan Yahudi tersebut. Melihatkan hal tersebut Sayyidah Nafisah memberitahu itu semua adalah kehendak dan izin Allah semata-mata. 

Wanita Yahudi dan anaknya yang telah Islam itu kembali ke rumahnya dan bertemu pula dengan suaminya yang bernama Ayub. Dan dia sangat terkejut melihatkan anaknya telah boleh berjalan. Mendengarkan penjelasan dari isteri dan anaknya, Ayub menadah tangannya lalu berkata: 

" Maha suci engkau ya Allah ! Engkau sesatkan orang yang engkau kehendaki dan engkau beri petunjuk kepada sesiapa yang engkau kehendaki. Demi Allah, benarlah agamamu ini." 

Sejak itu Ayub dan keluarganya Islam, maka kemudian ramailah orang-orang Yahudi yang menjadi kenalan Ayub pula Islam, setelah mendengar kisah Ayub dan keluarganya. 

Demikianlah salah satu dari kisah yang sangat menyentuh perasaan bagaimana dengan air wudhunya sahaja Sayyidah nafisah telah mengislamkan berapa ramai orang. Hal yang demikian adalah dengan kehendak Allah jua. Sayyidah Nafisah adalah seorang yang terkenal zuhud dan mengasihi manusia yang lain. Pernah satu ketika, beliau menerima wang sebanyak 1000 dirham dari raja untuk keperluan dirinya. Beliau telah membahagikan wang tersebut kepada fakir miskin sebelum sempat memasuki rumahnya. Wang hadiah dari raja itu sedikit pun tidak diambilnya untuk kepentingan dirinya. Semuanya disedekahkan kepada fakir dan miskin. Demikianlah dermawannya sayyidah Nafisah terhadap fakir miskin. 

Sayyidah Nafisah menghembuskan nafasnya yang terakhir pada tahun 208 hijrah sewaktu sedang membaca Al Quran dan sedang berpuasa. Beliau telah dikuburkan di dalam kubur yang telah dibinanya sendiri di dalam rumahnya. Kubur yang dibinanya itu adalah untuk beliau sentiasa mengingatkan akan kematian. Sewaktu disembahyangkan sangat ramai orang yang menghadirinya. Sehingga kini maqamnya diziarahi oleh pengunjung dari seluruh pelusuk dunia. Demikian kehebatan yang Alah anugerahkan kepada Sayyidah Nafisah Al Hassan yang terkenal dengan kewarakan kepada Allah dan ketaatannya kepada suami. Semoga ianya menjadi contoh buat genarasi wanita akhir zaman ini. 

Kredit/Sumber: jaipk.perak.gov.my

Air gelegak, nanah minuman neraka

Air Gelegak, Nanah Minuman Neraka


AIR mendidih, peluh, nanah, minuman penghuni neraka yang ketika di dunia hidup bergelumbang dengan rasuah, minum arak dan memakan benda-benda haram. Ustaz Ahmad Dusuki Abdul Rani dalam slot Mau'izati berkata, manusia di Padang Mahsyar menginginkan air dari Telaga Kauthar untuk menghilangkan kehausan mereka dan antara jalan bagi mendapatkannya ialah dengan mengikuti sunah Rasulullah SAW di sepanjang kehidupan. 

BERDOA mohon keredaan Ilahi sepanjang hidup di dunia supaya sentiasa menjadi Mukmin bertakwa. Apabila tiba hari kebangkitan, manusia berada dalam keadaan sangat lapar dan kehausan yang lebih 70 kali ganda dahsyatnya daripada yang dirasakan ketika hidup di dunia dahulu. Melalui slot Mau'izati di IKIMfm, Ustaz Ahmad Dusuki Abdul Rani berkata, manusia di Padang Mahsyar menginginkan air dari Telaga Kauthar untuk menghilangkan kehausan dan antara jalan mendapatkannya ialah dengan mengikuti sunah Rasulullah SAW di sepanjang kehidupan. 

Walaupun hanya seteguk sahaja air Telaga Kauthar, ia mampu menghilangkan segala kelaparan, dahaga dan kesedihan sepanjang tempoh berada di Padang Mahsyar. Namun, tidak semua umat Nabi Muhammad SAW berpeluang meneguk air di telaga itu. Sebaliknya, mereka beroleh minuman yang disediakan di dalam neraka iaitu hamim. Abdullah bin Isa al-Kharras menyebut daripada Daud, daripada Iqrimah bahawa Ibnu Abbas menyebut, hamim adalah panas yang membakar iaitu air yang masuk ke dalam kerongkong dalam keadaan panas. Air panas itu mendidih sejak Allah SWT menciptakan langit dan bumi sehinggalah tiba waktu penghuni neraka meminumnya dan dituangkan di atas kepala sehingga terlerai anggota tubuh badan mereka. 

Air mata penghuni neraka Ibnu Wahab menyebut daripada Ibnu Zaid, hamim adalah air mata penghuni neraka yang terkumpul di dalamnya dan air itu diminum oleh mereka. Syabib menuturkan daripada Iqrimah, daripada Ibnu Abbas bahawa panasnya hamim itu sehingga tidak ada lagi tahap kepanasan selepasnya kerana kepanasan sudah berada di kemuncaknya. Diberi kepada penghuni neraka bersama besi pengait yang dimasukkan dalam tengkuk mereka. 

Manusia yang diazab begini adalah kalangan mereka yang meminum arak, memakan rasuah dan makanan yang diharamkan Allah SWT ketika hidup dahulu. Rasulullah SAW sentiasa berpesan supaya jangan sesekali memasukkan sesuatu yang haram ke dalam tubuh badan kerana setiap daging yang tumbuh daripada sumber yang haram, maka nerakalah tempat sesuai bagi mereka. 

Jenis minuman kedua diberi kepada penghuni neraka ialah ghassaq. Ibnu Abbas menyebut, ia mengalir daripada kulit dan daging orang kafir iaitu peluh yang ditadahkan, lalu diberi minum kepada ahli neraka lainnya. Ghassaq sejuk sifatnya dan apabila memasuki tubuh badan menyebabkan rasa amat sakit. Abdullah bin Amru menyebut, ghassaq adalah nanah kental yang keluar daripada tubuh badan orang kafir, bersifat pekat dan likat. Seandainya setitis sahaja ghassaq tumpah di bahagian barat, nescaya ia akan mencemari sehingga di bahagian timur neraka. 

Mujahid pula berkata ghassaq sesuatu yang tidak mungkin dapat dirasakan kerana terlalu sejuk sifatnya. Qaab berkata, ia sengatan racun daripada seluruh binatang berbisa yang dikumpulkan dan apabila anak Adam mencelupnya dengan sekali celupan, kulit serta dagingnya terlepas daripada tulangnya, melekat di tumit lalu ditarik seperti dilakukan oleh seorang penarik pakaian. Saidi berkata, ghassaq adalah air mata penghuni neraka yang diminum bersama hamim. Diriwayatkan oleh Dharraj daripada Abu Haisam kepada Said, Rasulullah SAW bersabda: "Seandainya satu timba daripada ghassaq ditumpahkan ke atas dunia, nescaya seluruh penghuninya akan berbau sangat busuk." Firman Allah SWT yang bermaksud: "Mereka tidak dapat merasai udara yang sejuk di dalamnya dan tidak pula sebarang minuman kecuali air panas yang menggelegak dan air nanah yang mengalir." (Surah al-Naba', ayat 24-25) 

Minuman ketiga bagi penghuni neraka ialah al-syadid seperti mana disebut dalam surah Ibrahim, ayat 17: "Ia meminumnya dengan terpaksa dan hampir tidak dapat diterima oleh tekaknya (kerana busuknya) dan ia didatangi (penderitaan) maut dari segala arah, sedang ia tidak pula mati (supaya terlepas dari azab seksa itu); dan selain dari itu, ada lagi azab seksa yang lebih berat." Qatadah berkata, al-syadid adalah nanah bercampur darah yang mengalir antara daging dan kulit. Imam Ahmad dan al-Tarmizi meriwayatkan daripada Abu Umamah, sabda Rasulullah SAW: "Ia didekatkan kepada air nanah lalu mereka meminumnya dengan terpaksa. 

Apabila air nanah itu berada dekat dengan mukanya maka terbakarlah ia dan berguguranlah kulit, kepala dan rambutnya. Apabila diminum air itu menyebabkan putus ususnya hingga keluar daripada duburnya." Arak rosakkan akal manusia Daripada Jabir, Rasulullah SAW bersabda: "Allah SWT berjanji, bagi sesiapa yang meminum satu minuman memabukkan yang dilarang di dalam Islam, kerana ia akan merosakkan akal dan menjatuhkan nilai dirimu lebih rendah daripada binatang. Dia akan diberi minuman di dalam neraka dengan peluh dan air bisa ahli neraka. 

Mereka terbabit dengan minuman memabukkan seperti arak termasuklah 10 golongan, di antaranya mereka yang menuangnya, menghidang atau membawanya, akan turut menerima azab diberi minuman itu di dalam neraka kelak. Di dalam neraka terdapat sungai yang dipenuhi dengan nanah bercampur darah dan berbau busuk. Penghuni neraka akan disembam ke dalamnya, dibukakan mulutnya dan dipaksa meminum air itu."

Kredit/sumber: bharian.com.my

Unta Patahkan Rancangan Abu Jahal

Unta Patahkan Rancangan Abu Jahal



Setelah pelbagai usaha oleh kaum Quraisy untuk menyekat dan menghapuskan penyebaran agama Islam menemui kegagalan, maka Abu Jahal semakin benci terhadap Rasulullah S.A.W. Kebencian Abu Jahal ini tidak ada tolok bandingnya, malah melebihi kebencian Abu Lahab terhadap Rasulullah S.A.W. 

Melihatkan agama Islam semakin tersebar, Abu Jahal pun berkata kepada kaum Quraisy di dalam suatu perhimpunan, "Hai kaumku! Janganlah sekali-kali membiarkan Muhammad menyebarkan ajaran barunya dengan sesuka hatinya. Ini adalah kerana dia telah menghina agama nenek moyang kita, dia mencela tuhan yang kita sembah. Demi Tuhan, aku berjanji kepada kamu sekalian, bahawa esok aku akan membawa batu ke Masjidil Haram untuk dibalingkan ke kepala Muhammad ketika dia sujud. Selepas itu, terserahlah kepada kamu semua samada mahu menyerahkan aku kepada keluarganya atau kamu membela aku dari ancaman kaum kerabatnya. Biarlah orang-orang Bani Hasyim bertindak apa yang mereka sukai."

Tatkala mendengar jaminan daripada Abu Jahal, maka orang ramai yang menghadiri perhimpunan itu berkata secara serentak kepadanya, "Demi Tuhan, kami tidak akan sekali-kali menyerahkan engkau kepada keluarga Muhammad. Teruskan niatmu." 

Orang ramai yang menghadiri perhimpunan itu merasa bangga mendengar kata-kata yang diucapkan oleh Abu Jahal bahawa dia akan menghapuskan Muhammad kerana jika Abu Jahal berjaya menghapuskan Nabi Muhammad S.A.W bererti akan terhapuslah segala keresahan dan kesusahan mereka selama ini yang disebabkan oleh kegiatan Rasulullah S.A.W menyebarkan agama Islam di kalangan mereka.

Dalam pada itu, terdapat juga para hadirin di situ telah mengira-ngira perbelanjaan untuk mengadakan pesta sekiranya Nabi Muhammad S.A.W berjaya dihapuskan. Pada pandangan mereka adalah mudah untuk membunuh Nabi Muhammad S.A.W yang dikasihi oleh Tuhan Yang Maha Esa serta sekalian penghuni langit. Padahal Allah tidak akan sekali-kali membiarkan kekasih-Nya diancam dan diperlakukan seperti binatang. 

Dengan perasaan bangga, keesokan harinya di sebelah pagi, Abu Jahal pun terus pergi ke Kaabah iaitu tempat biasa Nabi Muhammad S.A.W bersembahyang. Dengan langkahnya seperti seorang satria, dia berjalan dengan membawa seketul batu besar di tangan sambil diiringi oleh beberapa orang Quraisy yang rapat dengannya. Tujuan dia mengajak kawan-kawannya ialah untuk menyaksikan bagaimana nanti dia akan menghempapkan batu itu di atas kepala Nabi Muhammad S.A.W.

Sepanjang perjalanan itu dia membayangkan bagaimana keadaan Nabi Muhammad nanti setelah kepalanya dihentak oleh batu itu. Dia tersenyum sendirian apabila membayangkan kepala Nabi Muhammad S.A.W pecah dan tidak bergerak lagi. Dan juga membayangkan bagaimana kaum Quraisy akan menyambutnya sebagai pahlawan yang telah berjaya membunuh musuh nombor satu mereka. 

Sebaik sahaja Abu Jahal tiba di perkarangan Masjidil Haram, dilihatnya Rasulullah S.A.W baru sahaja sampai dan hendak mengerjakan sembahyang. Dalam pada itu, Nabi Muhammad S.A.W tidak menyedari akan kehadiran Abu Jahal dan kawan-kawannya di situ. Baginda tidak pernah terfikir apa yang hendak dilakukan oleh Abu Jahal terhadap dirinya pada hari itu.

Sebaik-baik sahaja Abu Jahal melihat Rasulullah S.A.W telah mula bersembahyang, dia berjalan perlahan-lahan dari arah belakang menuju ke arah Nabi Muhammad S.A.W. Abu Jahal melangkah dengan berhati-hati, setiap pergerakannya dijaga, takut disedari oleh baginda. 

Dari jauh kawan-kawan Abu Jahal memerhatikan dengan perasaan cemas bercampur gembira. Dalam hati mereka berkata, "Kali ini akan musnahlah engkau hai Muhammad." 
Sebaik sahaja Abu Jahal hendak menghampiri Nabi Muhammad S.A.W dan menghayun batu yang dipegangnya itu, tiba-tiba secepat kilat dia berundur ke belakang. Batu yang dipegangnya juga jatuh ke tanah. Mukanya yang tadi merah kini menjadi pucat lesi seolah-olah tiada berdarah lagi. Rakan-rakannya yang amat ghairah untuk melihat Nabi Muhammad S.A.W terbunuh, tercengang dan saling berpandangan.

Kaki Abu Jahal seolah-olah terpaku ke bumi. Dia tidak dapat melangkahkan kaki walaupun setapak. Melihatkan keadaan itu, rakan-rakannya segera menarik Abu Jahal dari situ sebelum disedari oleh baginda. Abu Jahal masih terpinga-pinga dengan kejadian yang dialaminya. 

Sebaik sahaja dia sedar dari kejutan peristiwa tadi, rakan-rakannya tidak sabar untuk mengetahui apakah sebenarnya yang telah berlaku. Kawannya bertanya, "Apakah sebenarnya yang terjadi kepada engkau, Abu Jahal? Mengapa engkau tidak menghempapkan batu itu ke kepala Muhammad ketika dia sedang sujud tadi?"

Akan tetapi Abu Jahal tetap membisu, rakan-rakannya semakin kehairanan. Abu Jahal yang mereka kenali selama ini seorang yang lantang berpidato dan menyumpah seranah Nabi S.A.W, tiba-tiba sahaja diam membisu. 

Dalam pada itu, Abu Jahal masih terbayang-bayang akan kejadian yang baru menimpanya tadi. Dia seolah-olah tidak percaya dengan apa yang dilihatnya, malah dia sendiri tidak menyangka perkara yang sama akan berulang menimpa dirinya. 

Perkara yang sama pernah menimpa Abu Jahal sewaktu Rasulullah S.A.W pergi ke rumah Abu Jahal apabila seorang Nasrani mengadu kepada baginda bahawa Abu Jahal telah merampas hartanya. Pada masa itu Abu Jahal tidak berani berkata apa-apa pada baginda apabila dia terpandang dua ekor harimau menjadi pengawal peribadi Rasulullah S.A.W.

Kemudian setelah habis mereka menghujani Abu Jahal dengan pelbagai soalan, maka Abu Jahal pun mula bersuara, "Wahai sahabatku! Untuk pengetahuan kamu semua, sebaik sahaja aku menghampiri Muhammad hendak menghempapkan batu itu ke kepalanya, tiba-tiba muncul seekor unta yang besar hendak menendang aku. Aku amat terkejut kerana belum pernah melihat unta yang sebegitu besar seumur hidupku. Sekiranya aku teruskan niatku, nescaya akan matilah aku ditendang oleh unta itu, sebab itulah aku berundur dan membatalkan niatku."

Rakan-rakan Abu Jahal berasa amat kecewa mendengar penjelasan itu, mereka tidak menyangka orang yang selama ini gagah dan beria-ia hendak membunuh Nabi Muhammad S.A.W hanya tinggal kata-kata sahaja. Orang yang selama ini diharapkan boleh menghapuskan Nabi Muhammad S.A.W dan pengaruhnya hanya berupaya bercakap seperti tin kosong sahaja. 

Setelah mendengar penjelasan dari Abu Jahal yang tidak memuaskan hati itu, maka mereka pun berkata kepada Abu Jahal dengan perasaan kehairanan, "Ya Abu Jahal, semasa kau menghampiri Muhammad tadi, kami memerhatikan engkau dari jauh tetapi kai tidak napak akan unta yang engkau katakan itu. Malah bayangnya pun kami tidak nampak."

Rakan-rakan Abu Jahal mula sangsi dengan segala keterangan yang diberikan oleh Abu Jahal. Mereka menyangka Abu Jahal sentiasa mereka-reka cerita yang karut itu, mereka mula hilang kepercayaan terhadapnya. Akhirnya segala kata-kata Abu Jahal mereka tidak berapa endahkan lagi.

Kredit/Sumber: Jaipk.perak.gov.my

Kisah Nabi Zakaria A.S

Kisah Nabi Zakaria A.S



Nabi Zakaria adalah ayah dari Nabi Yahya putera tunggalnya yang lahir setelah ia mencapai usia sembilan puluh tahun. Sejak beristeri Hanna, ibu saudaranya Maryam, Zakaria mendambakan mendapat anak yang akan menjadi pewarisnya. Siang dan malam tiada henti-hentinya ia memanjatkan doanya dan permohonan kepada Allah agar dikurniai seorang putera yang akan dapat meneruskan tugasnya memimpin Bani Israil. Ia khuatir bahawa bila ia mati tanpa meninggalkan seorang pengganti, kaumnya akan kehilangan pemimpin dan akan kembali kepada cara-cara hidup mereka yang penuh dengan mungkar dan kemaksiatan dan bahkan mungkin mereka akan mengubah syariat Musa dengan menambah atau mengurangi isi kitab Taurat sekehendak hati mereka. Selain itu, ia sebagai manusia, ingin pula agar keturunannya tidak terputus dan terus bersambung dari generasi sepanjang Allah mengizinkannya dan memperkenankan.


Nabi Zakaria tiap hari sebagai tugas rutin pergi ke mihrab besar melakukan sembahyang serta menjenguk Maryam anak iparnya yang diserahkan kepada mihrab oleh ibunya sesuai dengan nazarnya sewaktu ia masih dalam kandungan. Dan memang Zakarialah yang ditugaskan oleh para pengurus mihrab untuk mengawasi Maryam sejak ia diserahkan oleh ibunya. Tugas pengawasan atas diri Maryam diterima oleh Zakaria melalui undian yang dilakukan oleh para pengurus mihrab di kala menerima bayi Maryam yang diserahkan pengawasannya kepadanya itu adalah anak saudara isterinya sendiri yang hingga saat itu belum dikurniai seorang anak pun oleh Tuhan.

Suatu peristiwa yang sangat menakjubkan dan menghairankan Zakaria telah terjadi pada suatu hari ketika ia datang ke mihrab sebagaimana biasa. Ia melihat Maryam disalah satu sudut mihrab sedang tenggelam dalam sembahyangnya sehingga tidak menghiraukan bapa saudaranya yang datang menjenguknya. Di depan Maryam yang sedang asyik bersembahyang itu terlihat oleh Zakaria berbagai jenis buah-buahan musim panas. Bertanya-tanya Nabi Zakaria dalam hatinya, dari mana datangnya buah-buahan musim panas ini, padahal mereka masih berada dalam musim dingin. Ia tidak sabar menanti anak saudaranya selesai sembahyang, ia lalu mendekatinya dan menegur bertanya kepadanya: "Wahai Maryam, dari manakah engkau dapat ini semua?"

Maryam menjawab: "Ini adalah pemberian Allah yang aku dapat tanpa kucari dan aku minta. Di waktu pagi dikala matahari terbit aku mendapatkan rezeki ku ini sudah berada di depan mataku, demikian pula bila matahari terbenam di waktu senja. Mengapa bapa saudaranya merasa hairan dan takjub? Bukankah Allah berkuasa memberikan rezekinya kepada siapa yang Dia kehendaki tanpa perhitungan?"

Maryam binti Imran

Maryam yang disebut-sebut dalam kisah Zakaria adalah anak tunggal dari Imran seorang daripada pemuka-pemuka dam ulama Bani Isra'il. Ibunya saudara ipar dari Nabi Zakaria adalah seorang perempuan yang mandul yang sejak bersuamikan Imran belum merasa berbahagia jika belum memperoleh anak. Ia merasa hidup tanpa anak adalah sunyi dan membosankan. Ia sangat mendambakan keturunan untuk menjadi pengikat yang kuat dalam kehidupan bersuami-isteri, penglipur duka dan pembawa suka di dalam kehidupan keluarga. Ia sangat akan keturunan sehingga bila ia melihat seorang ibu menggandung bayinya atau burung memberi makan kepada anaknya, ia merasa iri hati dan terus menjadikan kenangan yang tak kunjung lepas dari ingatannya.

Tahun demi tahun berlalu, usia makin hari makin lanjut, namun keinginan tetap tinggal keinginan dan idam-idaman tetap tidak menjelma menjadi kenyataan. Berbagai cara dicubanya dan berbagai nasihat dan petunjuk orang diterapkannya, namun belum juga membawa hasil. Dan setelah segala daya upaya yang bersumber dari kepandaian dan kekuasaan manusia tidak membawa buah yang diharapkan, sedarlah isteri Imran bahawa hanya Allah tempat satu-satunya yang berkuasa memenuhi keinginannya dan sanggup mengurniainya dengan seorang anak yang didambakan walaupun rambutnya sudah beruban dan usianya sudah lanjut. Maka ia bertekad membulatkan harapannya hanya kepada Allah bersujud siang dan malam dengan penuh khusyuk dan kerendahan hati bernazar dan berjanji kepada Allah bila permohonannya dikabulkan, akan menyerahkan dan menghebahkan anaknya ke Baitul Maqdis untuk menjadi pelayan, penjaga dan memelihara rumah suci itu dan sesekali tidak akan mengambil manfaat dari anaknya untuk kepentingan dirinya atau kepentingan keluarganya.

Harapan isteri Imran yang dibulatkan kepada Allah tidak tersia-sia. Allah telah menerima permohonannya dan mempersembahkan doanya sesuai dengan apa yang telah disuratkan dalam takdir-Nya bahawa dari suami isteri Imran akan diturunkan seorang nabi besar. Maka tanda-tanda permulaan kehamilan yang dirasakan oleh setiap perempuan yang mengandung tampak pada isteri Imran yang lama kelamaan merasa gerakan janin di dalam perutnya yang makin membesar. Alangkah bahagia si isteri yang sedang hamil itu, bahawa idam-idamannya itu akan menjadi kenyataan dan kesunyian rumah tangganya akan terpecahlah bila bayi yang dikandungkan itu lahir. Ia bersama suami mulai merancang apa yang akan diberikan kepada bayi yang akan datang itu. Jika mereka sedang duduk berduaan tidak ada yang diperbincangkan selain soal bayi yang akan dilahirkan. Suasana suram sedih yang selalu meliputi rumah tangga Imran berbalik menjadi riang gembira, wajah sepasang suami isteri Imaran menjadi berseri-seri tanda suka cita dan bahagia dan rasa putus asa yang mencekam hati mereka berdua berbalik menjadi rasa penuh harapan akan hari kemudian yang baik dan cemerlang.

Akan tetapi sangat benarlah kata mutiara yang berbunyi: "Manusia merancang, Tuhan menentukan. Imran yang sangat dicintai dan sayangi oleh isterinya dan diharapkan akan menerima putera pertamanya serta mendampinginya dikala ia melahirkan , tiba-tiba direnggut nyawanya oleh Izra'il dan meninggallah isterinya seorang diri dalam keadaan hamil tua, pada saat mana biasanya rasa cinta kasih sayang antara suami isteri menjadi makin mesra. Rasa sedih yang ditinggalkan oleh suami yang disayangi bercampur dengan rasa sakit dan letih yang didahului kelahiran si bayi, menimpa isteri Imran di saat-saat dekatnya masa melahirkan.

Maka setelah segala persiapan untuk menyambut kedatangan bayi telah dilakukan dengan sempurna lahirlah ia dari kandungan ibunya yang malang menghirup udara bebas. Agak kecewalah si ibu janda Imran setelah mengetahui bahawa bayi yang lahir itu adalah seorang puteri sedangkan ia menanti seorang putera yang telah dijanjikan dan bernazar untuk dihebahkan kepada Baitulmaqdis. Dengan nada kecewa dan suara sedih berucaplah ia seraya menghadapkan wajahnya ke atas: "Wahai Tuhanku, aku telah melahirkan seorang puteri, sedangkan aku bernazar akan menyerahkan seorang putera yang lebih layak menjadi pelayan dan pengurus Baitulmaqdis. Allah akan mendidik puterinya itu dengan pendidikan yang baik dan akan menjadikan Zakaria, iparnya dan bapa saudara Maryam sebagai pengawas dan pemeliharanya.

Demikianlah maka tatkala Maryam diserahkan oleh ibunya kepada pengurus Baitulmaqdis, para rahib berebutan masing-masing ingin ditunjuk sebagai wali yang bertanggungjawab atas pengawasan dan pemeliharaan Maryam. Dan kerana tidak ada yang mahu mengalah, maka terpaksalah diundi di antara mereka yang akhirnya undian jatuh kepada Zakaria sebagaimana dijanjikan oleh Allah kepada ibunya.

Tindakan pertama yang diambil oleh Zakaria sebagai petugas yang diwajibkan menjaga keselamatan Maryam ialah menjauhkannya dari keramaian sekeliling dan dari jangkauan para pengunjung yang tiada henti-hentinya berdatangan ingin melihat dan menjenguknya. Ia ditempatkan oleh Zakaria di sebuah kamar di atas loteng Baitulmaqdis yang tinggi yang tidak dapat dicapai melainkan dengan menggunakan sebuah tangga. Zakaria merasa bangga dan bahagia beruntung memenangkan undian memperolehi tugas mengawasi dan memelihara Maryam secara sah adalah anak saudaranya sendiri. Ia mencurahkan cinta dan kasih sayangnya sepenuhnya kepada Maryam untuk menggantikan anak kandungnya yang tidak kunjung datang. Tiap ada kesempatan ia datang menjenguknya, melihat keadaannya, mengurus keperluannya dan menyediakan segala sesuatu yang membawa ketenangan dan kegembiraan baginya. Tidak satu hari pun Zakaria pernah meninggalkan tugasnya menjenguk Maryam.

Rasa cinta dan kasih sayang Zakaria terhadap Maryam sebagai anak saudara isterinya yang ditinggalkan ayahnya meningkat menjadi rasa hormat dan takzim tatkala terjadi suatu peristiwa yang menandakan bahawa Maryam bukanlah gadis biasa sebagaimana gadis-gadis yang lain, tetapi ia adalah wanita pilihan Allah untuk suatu kedudukan dan peranan besar di kemudian hari.

Pada suatu hari tatkala Zakaria datang sebagaimana biasa, mengunjungi Maryam, ia mendapatinya lagi berada di mihrabnya tenggelam dalam ibadah berzikir dan bersujud kepada Allah. Ia terperanjat ketika pandangan matanya menangkap hidangan makanan berupa buah-buahan musim panas terletak di depan Maryam yang lagi bersujud. Ia lalu bertanya dalam hatinya, dari manakah gerangan buah-buahan itu datang, padahal mereka masih lagi berada pada musim dingin dan setahu Zakaria tidak seorang pun selain dari dirinya yang datang mengunjungi Maryam. Maka ditegurlah Maryam tatkala setelah selesai ia bersujud dan mengangkat kepala: "Wahai Maryam, dari manakah engkau memperolehi rezeki ini, padahal tidak seorang pun mengunjungimu dan tidak pula engkau pernah meninggalkan mihrabmu? Selain itu buah-buahan ini adalah buah-buahan musim panas yang tidak dapat dibeli di pasar dalam musim dingin ini."

Maryam menjawab: "Inilah pemberian Allah kepadaku tanpa aku berusaha atau minta. Dan mengapa engkau merasa hairan dan takjub? Bukankah Allah Yang Maha Berkuasa memberikan rezekinya kepada sesiapa yang Dia kehendaki dalam bilangan yang tidak ternilai besarnya?"

Demikianlah Allah telah memberikan tanda pertamanya sebagai mukjizat bagi Maryam, gadis suci, yang dipersiapkan oleh-Nya untuk melahirkan seorang nabi besar yang bernama Isa Almasih a.s.

Kisah lahirnya Maryam dan pemeliharaan Zakaria kepadanya dapat dibaca dalam Al-Quran surah Ali Imran ayat 35 hingga 37 dan 42 hingga 44.

Kredit/Sumber: jaipk.perak.gov.my

Ummu Mahjan Disayangi Rasululllah


Ummu Mahjan Disayangi Rasululllah

Beliau seorang wanita yang berkulit hitam, dipanggil dengan nama Ummu Mahjan. Telah disebutkan di dalam Ash-Shahih tanpa menyebutkan nama aslinya, bahwa beliau tinggal di Madinah [Ibnu Sa’ad dalam ath-Thabaqat (VIII/414)].


Beliau Radhiyallahu ‘anha seorang wanita miskin yang memiliki tubuh yang lemah. Untuk itu beliau tidak luput dari perhatian Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam sang pemimpin, sebab beliau senantiasa mengunjungi orang-orang miskin dan menanyai keadaan mereka dan memberi makanan kepada mereka, maka tidakkah anda tahu akan hal ini wahai para pemimpin rakyat?

Beliau Radhiyallahu ‘anha menyadari bahwa dirinya memiliki kewajiban terhadap akidahnya dan masyarakat Islam. Lantas apa yang bisa dia laksanakan padahal beliau adalah seorang wanita yang tua dan lemah? Akan tetapi beliau sedikitpun tidak bimbang dan ragu, dan tidak menyisakan sedikitpun rasa putus asa dalam hatinya. Dan putus asa adalah jalan yang tidak dikenal di hati orang-orang yang beriman.

Begitulah, keimanan beliau telah menunjukkan kepadanya untuk menunaikan tanggung jawabnya. Maka beliau senantiasa membersihkan kotoran dan dedaunan dari masjid dengan menyapu dan membuangnya ke tempat sampah. Beliau senantiasa menjaga kebersihan rumah Allah, sebab masjid memiliki peran yang sangat urgen di dalam Islam. Di sanalah berkumpulnya para pahlawan dan para ulama’. Masjid, ibarat parlemen yang sebanyak lima kali sehari digunakan sebagai wahana untuk bermusyawarah, saling memahami dan saling mencintai, sebagaimana pula masjid adalah universitas tarbiyah amaliyah yang mendasar dalam membina umat.

Begitulah fungsi masjid pada zaman Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam, demikian pulalah yang terjadi pada zaman khulafa‘ur rasyidin dan begitu pula seharusnya peranan masjid hari ini hingga tegaknya hari kiamat.

Untuk itulah Ummu Mahjan Radhiyallahu ‘anha tidak kendor semangatnya, sebab pekerjaan itu merupakan target yang dapat beliau kerjakan. Beliau tidak pernah meremehkan pentingnya membersihkan kotoran untuk membuat suasana yang nyaman bagi Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabat beliau dalam bermusyawarah yang senantiasa mereka kerjakan secara rutin.

Ummu Mahjan Radhiyallahu ‘anha terus menerus menekuni pekerjaan tersebut hingga beliau wafat pada zaman Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam. Ketika ia wafat, para shahabat Ridhwanullahi ‘Alaihim membawa jenazahnya setelah malam menjelang dan mereka mendapati Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam masih tertidur. Mereka pun tidak ingin membangunkan beliau, sehingga mereka langsung menshalatkan dan menguburkannya di Baqi‘ul Gharqad.

Pagi harinya Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam merasa kehilangan wanita itu, kemudian beliau tanyakan kepada para sahabat, mereka menjawab, “Beliau telah dikubur wahai Rasulullah, kami telah mendatangi anda dan kami dapatkan anda masih dalam keadaan tidur sehingga kami tidak ingin membangunkan anda.” Maka beliau bersabda, “Marilah kita pergi!” Lantas bersama para shahabat, Rasulullah pergi menuju kubur Ummu Mahjan. Maka Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam berdiri, sementara para sahabat berdiri bershaf-shaf di belakang beliau, lantas Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam menshalatkannya dan bertakbir empat kali [lihat al-Ishabah dalam Tamyizish Shahabah (VIII/187)]

Sebuah riwayat dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, bahwa ada seorang wanita yang berkulit hitam yang biasanya membersihkan masjid, suatu ketika Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam merasa kehilangan dia, lantas beliau bertanya tentangnya. Mereka telah berkata, “Dia telah wafat.” Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Mengapa kalian tidak memberitahukan hal itu kepadaku?” Abu Hurairah berkata, “Seolah-olah mereka menganggap bahwa kematian Ummu Mahjan itu adalah hal yang sepele.” Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tunjukkan kepadaku di mana kuburnya!” Maka mereka menunjukkan kuburnya kepada Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam kemudian beliau menyalatkannya, lalu bersabda:

إِنَّ هٰذِهِ الْقُبُورَ مَمْلُوءَةٌ ظُلْمَةٌ عَلَى أَهْلِهَا، وَإِنَّ اللّٰهَ يُنَوِّرُهَا لَهُمْ بِصَلاَتِي عَلَيْهِمْ

“Sesungguhnya kubur ini terisi dengan kegelapan atas penghuninya dan Allah meneranginya bagi mereka karena aku telah menyalatkannya.” [Lihat al-Ishabah (VIII/187), al-Muwatha’ (I/227), an-Nasa’i (I/9) hadits tersebut mursal, akan tetapi maknanya sesuai dengan hadits yang setelahnya yang bersambung dengan riwayat al-Bukhari dan Muslim.]

Semoga Allah merahmati Ummu Mahjan Radhiyallahu ‘anha yang sekalipun beliau seorang yang miskin dan lemah, akan tetapi beliau turut berperanan sesuai dengan kemampuannya. Beliau adalah pelajaran bagi kaum muslimin dalam perputaran sejarah bahwa tidak boleh menganggap sepele suatu amal sekalipun kecil.

Oleh karena itu ia mendapatkan perhatian dari Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam hingga ia wafat. Sehingga beliau menyalahkan para shahabat beliau Ridhwanullahi ‘Alaihim yang tidak memberitahukan kepada beliau perihal kematiannya agar beliau dapat mengantarkan Ummu Mahjan ke tempat tinggalnya yang terakhir di dunia. Bahkan tidak cukup hanya demikian namun beliau bersegera menuju kuburnya untuk menshalatkannya agar Allah menerangi kuburnya dengan shalat beliau. 

Kredit/Sumber: Kisahmuslim.com
Please Subscribe my youtube channel. Tq.

Translate

CLOSE