Kaum pertama dibinasa

Kaum atau bangsa pertama yang dibinasakan Allah adalah kaum Nabi Nuh. Allah memusnahkan mereka dengan mendatangkan banjir besar yang menenggelamkan mereka.

“Maka mereka mendustakan Nuh, kemudian Kami selamatkan dia dan orang-orang yang bersamanya di dalam bahtera, dan Kami tenggelamkan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami. Sesungguhnya mereka adalah kaum yang buta (mata hatinya).” (Surat Al-A’raaf ayat 64).

Namun menurut penyelidikan para ahli, banjir yang terjadi saat itu tidak melanda seluruh dunia, melainkan hanya terjadi di daerah Mesopotamia (kini termasuk wilayah Iraq), khususnya di daerah lembah antara sungai Eufrat dan sungai Tigris. Namun kerana lembah itu demikian luasnya sehingga ketika terjadi hujan amat lebat berhari-hari, melimpah kedua sungai itu lalu airnya menenggelamkan lembah di antara dua sungai itu. Demikian banyak airnya sehingga lembah itu berubah seperti laut lalu menenggelamkan seluruh umat Nabi Nuh yang ingkar di lembah itu. Pada 1922 hingga 1934 Leonard Woolley dari The British Museum dan University of Pensylvania mengetuai sebuah penggalian arkeologi di tengah padang pasir antara Baghdad dengan Teluk Persia. Di tempat yang dulunya pernah berdiri sebuah kota bernama Ur, mereka melakukan penggalian. Dari permukaan tanah hingga lima meter ke bawah terdapat sebuah lapisan tanah yang berisi berbagai benda yang dibuat daripada perak. Semua benda peninggalan bangsa Sumeria yang hidup sekitar 3,000 tahun sebelum Masihi. Mereka bangsa yang dapat membuat benda daripada logam.

Di bawah lapisan pertama itu mereka menemukan sebuah lapisan kedua berisi deposit pasir dan tanah liat setebal 2.5 meter. Pada lapisan itu masih terdapat sisa haiwan laut berukuran kecil. Yang mengejutkan, di bawah lapisan pasir dan tanah liat itu terdapat lapisan ketiga berisi benda-benda rumah tangga yang dibuat daripada tembikar. Tembikar itu dibuat oleh tangan manusia. Tidak ditemukan benda logam satu pun di lapisan itu. Dikatakan ia barang peninggalan masyarakat Sumeria kuno yang hidup di Zaman Batu.

Lapisan kedua itu adalah endapan lumpur akibat banjir yang terjadi pada zaman Nabi Nuh. Banjir itu menenggelamkan masyarakat Sumeria kuno yang kemungkinan besar mereka adalah kaum Nabi Nuh, dan lumpur yang dibawa banjir itu menimbun sisa perabadan masyarakat tersebut. Berabad-abad atau puluhan abad kemudian setelah banjir berlalu, barulah hadir kembali masyarakat baru di atas lapisan kedua itu, yakni masyarakat Sumeria ‘baru’ yang peradabannya jauh lebih maju daripada masyarakat Zaman Batu yang tertimbun lumpur itu.

Penyelidikan ahli arkeologi di beberapa tempat mendapatkan keterangan bahawa banjir melanda daerah yang memang sangat luas, yakni membentang 600 km dari utara ke selatan dan 160 km dari barat ke timur. Banjir itu menenggelamkan sedikitnya empat kota masyarakat Sumeria kuno, yakni Ur, Erech, Shuruppak dan Kish.

Terbukti, banjir itu tidak melanda seluruh dunia, tetapi hanya melanda wilayah yang didiami umat Nabi Nuh. Daerah lain yang bukan wilayah umat Nabi Nuh tidak dilanda banjir. Penemuan hasil penyelidikan ahli arkeologi terbabit sesuai dengan firman Allah dalam al-Quran bahawa Ia hanya membinasakan masyarakat suatu negeri yang telah diutus seorang Rasul kepada mereka, lalu mereka mengingkarinya. Negeri lain tidak. “ Dan tidaklah Tuhanmu membinasakan kota-kota sebelum Dia mengutus di kota itu seorang rasul yang membacakan ayat Kami kepada mereka; dan tidak pernah (pula) Kami membinasakan kota; kecuali penduduknya dalam keadaan melakukan kezaliman. (Surat Al-Qashash ayat 59).

Dalam al-Quran diriwayatkan, Allah memerintahkan Nabi Nuh untuk mengangkut masing-masing haiwan sepasang (jantan dan betina) ke dalam bahteranya: Hingga apabila perintah Kami datang dan dapur memancarkan air, Kami berfirman: ”Muatkanlah ke dalam bahtera itu dari masing-masing binatang sepasang (jantan dan betina), dan keluargamu kecuali orang yang terdahulu ketetapan terhadapnya dan (muatkan pula) orang-orang yang beriman”. Dan tidak beriman bersama dengan Nuh itu kecuali sedikit. (Surat Hud ayat 40).

Pertanyaan yang mungkin muncul, apakah semua haiwan di muka bumi ini dinaikkan ke perahu Nabi Nuh? Ahli kitab daripada kalangan Kristian menafsirkan, seluruh haiwan yang ada di muka bumi, masing-masing sepasang, dinaikkan ke perahu Nabi Nuh. Sebab, seperti dikatakan dalam kitab mereka, banjir terjadi secara global. Jadi yang harus diselamatkan harus seluruh spesies makhluk hidup yang ada di muka bumi ini. Penafsiran seperti itu jelas membingungkan mereka sendiri. Pertama, pengikut Nabi Nuh sangat sedikit kerana kebanyakan mereka ingkar. Dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat rendah serta mereka sangat sedikit, bagaimana mereka mengumpulkan ribuan spesies makhluk hidup yang ada di muka bumi ini? Maka perlu ada pengikut Nabi Nuh yang dikirim ke berbagai penjuru dunia, lalu membawa pulang ribuan spesies yang mereka temui dengan bahtera yang sangat besar. Bagaimana ratusan ribu spesies dari berbagai penjuru dunia boleh bertahan hidup terpisah dengan habitatnya hingga banjir surut? Al-Quran tidak menyebut banjir masa Nabi Nuh melanda seluruh dunia. Sebagaimana dijelaskan pada berbagai ayat Al-Quran, azab Allah hanya ditimpa kepada kaum yang zalim yang mendustakan ajaran nabinya, tidak kepada kaum lain. Haiwan yang dibawa Nabi Nuh pun tidak berasal dari seluruh dunia, melainkan hanya haiwan yang terdapat di wilayah itu, khususnya haiwan yang biasa dipelihara dan diternak manusia, seperti sapi, kambing, kuda, unggas, unta dan sejenisnya. Haiwan itulah yang dibawa Nabi Nuh dan pengikutnya.
Please Subscribe my youtube channel. Tq.

Translate

CLOSE